Showing posts with label Model Pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label Model Pembelajaran. Show all posts

Makalah Tentang Pendidikan Berkarakter Terbaru

MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER


Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Tugas Bahasa Indonesia ini dengan baik dan tepat waktu.
Seperti  yang telah kita ketahui “Pendidikan Karakter” itu sangat penting bagi anak bangsa dari mulai dini. Semua akan dibahas pada makalah ini kenapa Pendidikan Karakter itu sangat dibutuhkan dan layak dijadikan sebagai materi pelajaran.
Tugas ini kami buat untuk memberikan  penjelasan tentang keberadaan Pendidikan Karakter bagi kemajuan bangsa. Semoga makalah yang kami buat ini dapat membantu menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu,  kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini.Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pembina mata pelajaran Bahasa Indonesia Pak widi, dan kepada pihak  yang telah membantu ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dan waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.




                                                                                                Tulungagung, 27September 2012


                                                                                                                          Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar    ……………………………………………………………..  i
Daftar Isi   ……………………………………………………………………    ii
Bab I       PENDAHULUAN   ………………………………………………    1
          1.1  Latar Belakang  ……………………………………………………     1
          1.2  Rumusan Masalah …………………………………………………     2
          1.3  Tujuan Masalah   ………………………………………………….      2
Bab II      PEMBAHASAN  …………………………………………………    3
          2.1  Pengertian Pendidikan Karakter ………………………………           3
          2.2  Pengertian Beda Karakter dan Kepribadian ………………….....        4
          2.3  Contoh Program Pendidikan karakter ………………………...           5
2.4   Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa……..7
2.5 Pendidikan Karakter yang Berhasil……………………………………8
Bab III    PENUTUP  ……………………………………………………….     11
          3.1  Kesimpulan  ………………………………………………………..    11
          3.2  Saran  ……………………………………………………………….   12
Daftar Pustaka   ………………………………………………………………. 13


BAB I
PENDAHULUAN

     1.1  Latar Belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
 Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.


      1.2  Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini antara lain:

Apa pengertian dari pendidikan karakter itu?
Apa pengertian dari beda karakter dan kepribadian?
Bagaimana contoh program pendidikan karakter?
Bagaimana peran pendidikan karakter untuk kemajuan bangsa?
Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa?
Bagaimana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil?

     1.3  Tujuan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter.
Untuk mengetahui apa itu beda karakter dan kepribadian.
Untuk mengetahui contoh program pendidikan karakter.
Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa.
Untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningktakan mutu dari pendidikan karakter.
Untuk mengetahui bagaiamana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang arti dalam bahasa Inggrisnya adalah “to mark” yaitu menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) dalam http:///C:/Users/Public/ Documents/ Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, karekter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
B. Perbedaan Karakter dengan Kepribadian
Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian merupakan hal yang bisa dikatakan permanen dan merupakan anugerah dari lahir yang sulit untuk dirubah karena merupakan tanda unik dari masing-masing orang sedangkan karakter dapat dibangun dan menurut para ahli psikolog, ada beberapa nilai karakter dasar manusia yaitu cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Walaupun manusia memiliki karakter dasar yang baik, tetapi manusia tidak bisa begitu saja memiliki karakter-karakter tersebut. Seperti yag telah dikatakan sebelumnya bahwa karakter itu perlu dibangu tidak seperti kepribadian yang merupakan anugerah sejak lahir seperti quotation word Helen Keller bahwa “Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih.”
C. Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

1.  Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2.  Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
3.  Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4.  Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya juga harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pada pendidikan karakter, yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan (Dirjen Dikdas: 2011).
Menurut Timothy Wibowo dalam artikelnya dalam http:///C:/Users/ Public/ Documents/ Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang diselenggrakan untuk membangun nilai-nilai moral dan karakter sehingga tidak hanya asek kognitifnya atau pengetahuannya saja yang diprioritaskan tetapi juga afektif dan psikomotor sebagai pengamalannya seperti menurut Mochtar Buchori (2007) dalamhttp:///C:/Users/Public/Documents/Remaja dan Pendidikan Karakter Inspiring Brain.htm/, pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
D. Sekolah sebagai Wahana Pendidikan Karakter
Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru, salah satunya berfungsi untuk membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal.
Di sekolah, berlangsung proses transformasi nilai-nilai luhur melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur di sekolah. Guru menjadi transformer nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya.
Dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012) fungsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup lima dimensi, yaitu:
1. Pendidikan tidak hanya mencakup pengetahuan dan keterampilan semata tetapi juga sikap, nilai, dan kepekaan pribadi.
2. Peran seleksi sosial (mencakup tidak hanya pemberian sertifikat, tetapi juga melakukan seleksi terhadap peluang kerja).
3. Fungsi indoktrinasi.
4. Fungsi pemeliharaan anak.
5. Aktivitas kemasyarakatan.
Sekolah sebagai wahana transformasi nilai-nilai luhur dan pengetahuan anak akan menentukan corak berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang diyakini dan dimiliki masyarakat. Pada gilirannya, kepribadian anak akan terbentuk sesuai dengan akar budayanya dengan kemampuan merespons perubahan di masyarakat.
E. Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Remaja
Remaja mengalami gejolak emosi karena perubahan berat dan tinggi badan yang berpengaruh juga terhadap perkembangan psikisnya. Pada masa gejolak itu merupakan masa sulit sehingga remaja memerlukan pengendalian diri yang kuat ketika berada di sekolah, di rumah, di lingkungan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, remaja membutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dirinya. Untuk itu, agar tidak terjurumus pada hal-hal negatif, remaja harus mempunyai pendidikan karakter. Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.
Dasar pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Jika seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun, banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Banyak orang tua gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya karena kesibukan atau justru karena lebih mementingkan aspek kognitif saja.
Untuk itulah perlunya pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan belum lama ini pentingnya pendidikan karakter menjadi perbincangan pusat di dalam dunia pendidikan. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya, sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya, sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa bodoh karena kesulitan dalam menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah dengan adanya sistem rangking yang telah mengecap anak-anak yang tidak masuk dalam peringkat 10 besar sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya dapat membunuh rasa percaya diri seorang anak yang akan berdampak tidak baik terhadap perkembangan karakter anak.
Rasa percaya diri yang muncul pada anak akan membuat anak mengalami stress yang berkelanjutan. Pada usia remaja, biasanya keadaan ini akan mendorong untuk berperilaku negative. Maka, tidak heran kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, membolos, putus sekolah yang kemudian itu semua telah membuat menurunnya mutu lulusan SMP dan SMA. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti lebih adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP, dan SMA, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia.
F. Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar Remaja
Pasti kita bertanya-tanya apa sih pengaruhnya pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja? Kita pasti berpikiran apa mungkin pendidikan karakter dapat menjadikan pelajar atau remaja menjadi berprestasi dalam sekolahannya? Berbagai penelitian pun muncul untuk membuktikan dugaan tersebut dan merangkumnya dalam satu ringkasan yang di terbitkan oleh sebuah bulletin, character Educator, yang di terbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam bulletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri-St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi peserta didik sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komperhensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negative peserta didik yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut, pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif selain harus dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seseorang akan memiliki kecerdasan emosi. Dengan memiliki kecerdasan emosi seorang anak akan dapat menyongsong masa depan, dengan pendidikan karakter seseorang akan mampu menghadapi segala macam tantangan yang dihadapinya. Termasuk juga dalam hal mencapai keberhasilan akademis yang akan berdampak bagi kelanjutan kehidupannya demi mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Kecerdasan emosional di dalamnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan belajar. Berikut ini ada beberapa faktor yang mendorong keberhasilan pendidikan karakter agar mencapai keberhasilan dalam belajar, dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012).
1. Rasa percaya diri
Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sebaiknya seorang remaja di bangun agar mempunyai rasa percaya diri yang baik dan kuat. Rasa percaya diri ini dapat membuat anak dapat mengembangkan potensi/bakat yang dimilikinya secara optimal.seperti kita ketahui, setiap orang di dunia ini diberikan anugrah oleh Tuhan memiliki kelebihan masing-masing. Kelebihan tersebut hendaknya kita kembangkan agar nantinya kelebihan yang dimiliki oleh remaja dapat bermanfaat bagi orang lain. Disinilah seharusnya seorang guru jeli untuk membuat peserta didik atau remaja agar memiliki rasa percaya diri agar dapat memunculkan potensi dan bakat yang ada dalam diri peserta didik tersebut.
2. Kemampuan bekerja sama
Salah satu jalan untuk membangun karakter pada remaja adalah dengan cara memunculkan kemampuan kerja sama diantara mereka. Dengan mempunyai sikap kerja sama seorang remaja dapat mencapai keberhasilan dalam belajar, baim di sekolah ataupun nantinya setelah lulus. Menjalin kemampuan kerja sama antara remaja dan orang lain ini dapat di terapkan oleh guru melalui proses pembelajaran yang di dalamnya membentuk sebuah kelompok diskusi, kelompok belajar dan lain sebagainya.
3. Kemampuan bergaul
Seorang remaja harus di bangun karakternya agar mempunyai kemampuan dalam bergaul yang baik di dalam lingkungannya. Kemampuan bergaul adalah kepandaian seseorang dalam menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Kemampuan bergaul ini berhubungan dengan sikap ramah terhadap orang lain dan memperlakukan orang lain sebaik mungkin.
4. Kemampuan berempati
Kemampuan berempati sangat perlu dimiki oleh seorang pelajar atau remaja agar memiliki kedekatan terhadap orang lain. Kedekatan tersebut terjalin karena adanya sikap tenggang rasa, ringan dalam mempberikan bantuan terhadap orang lain dan saling membantu antar sesama. Kemampuan berepati dapat di bangun atas dasar memahami kesedihan orang lain yang terkena musibah. Misalnya saja seorang pelajar atau remaja diajak untuk menjenguk orang yang sakit, orang yang terkkena bencana dan diajak untuk memberikan bantuan yang dapat berupa tenaga, bantuan dan uang.
5. Kemampuan berkomunikasi
Manusia termasuk makhluk sosial, sebagai makhluk sosial kita harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi digunakan untuk menjalin kedekatan dengan orang lain dan untuk berinteraksi secara baik dengan orang lain. Namun, pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mampu berkkomunikasi dengan baik, sehingga banyak terjadi konflik dalam berhubungan dengan orang lain. Konflik tersebut berupa terjadinya percekcokkan antar individu, bahkan perkelahian antar warga masyarakat hanya gara-gara tidak memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik. Bahkan dalam dunia remaja, banyak terjadi tawuran antar pelajar akibat omongan-omongan yang sifatnya menyinggung perasaan di antara mereka.
Satu hal dasar yang harus dipahami dalam melatih kemampuan berkomunikasi adalah bisa mendengar dengan baik. Inilah kemampuan dasar yang harus terlebih dahulu di kuasai sebelum kita melatih kemampuan peserta didik daalam menyampaikan sesuatu, baik melalui bahasa isyarat, suara atau mulut, maupun lewat tulisan. Sebab, sepandai apapun seseorang berkomunikasi jika tanpa di dasari memiliki kemampuan mendengar yang baik terhadap lawan jenisnya, sesungguhnya orang tersebut telah gagal dalam memahami orang lain.
Pendidikan karakter ini dapat membentuk remaja menjadi berprestasi. Di dalam pendidikan, mereka diajarkan nilai religius yang menguraikan kebaikan agar remaja tumbuh sebagai manusia yang peka terhadap lingkungan sosial. Di samping itu, mereka diajarkan juga nilai toleransi dan nilai cinta damai atau nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk remaja mempunyai sifat pengasih, berbudi pekerti, dan cinta damai. Dalam pendidikan karakter itu mereka diajarkan juga nilai suka bekerja keras, kreatif, mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi yang dapat menjadikan remaja sebagai orang yang berprestasi. Nilai positif dalam pendidikan karakter dapat membentuk remaja yang unggul. Remaja yang memiliki karakter kuat akan tumbuh sebagai remaja yang unggul dan dibanggakan karena sehat secara fisik, stabil dalam emosi, dan intelektualnya yang berkembang baik.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori yaitu:
Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi pembelajaran tentang pendidikan karakter.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin ketinggalan dari negara-negara lain.

3.2 Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan.
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak didiknya.
Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua pembelajaran yang di jalani anak didik akan sia-sia. Semoga karya tulis dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca. Amiiin..

DAFTAR PUSTAKA

METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SEKOLAH

Makalah pengertian metode Pembelajaran Kooperatif 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak mampu, dan frustasi. Selain itu salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk kemampuan berpikir didalam kelas diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika peserta didik kita lulus dari sekolah mereka pintar secara teoritis akan tetapi miskin akan aplikasi. Oleh sebab itu seorang pendidik harus memiliki kemampuan mendisain strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.

1.2     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.2.1       Apa pengertian dari pembelajaran kooperatif?
1.2.2    Apa saja prinsip dan karakteristik pembelajaran kooperatif?
1.2.3    Apa saja prosedur pembelajaran kooperatif?
1.2.4    Apa saja tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif?
1.2.5 Apa saja tujuan pembelajaran kooperatif?
1.2.6 Apa kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif?

1.3     Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
Mengetahui tentang pengertian dari pembelajaran kooperatif.
Mengerti  prinsip dan karakteristik dari pembelajaran kooperatif.
Mengetahui prosedur pembelajaran kooperatif
Mengetahui tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif.
Mengetahui tujuan pembelajaran kooperatif.
Mengerti kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran kooperatif.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif ( cooperative learning ) secara etimologi mempunyai arti belajar bersama antara dua orang atau lebih, sedangkan kooferative learning dalam artian yang lebih luas memiliki definisi yang antara lain adalah belajar bersama yang melibatkan antara 4 -5 orang, yang bekerja bersama menuju kelompok kerja dimana tiap anggota bertanggung jawab secara individu sebagai bagian dari hasil yang tak akan bisa dicapai tanpa adanya kerjasama antar kelompok.
Pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ) mengandung arti keterlibatan secara proaktif antar kelompok yang melibatkan pada proses kognisi, afeksi, dan konasi.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Dari uraian diatas  dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

2.2    Prinsip-Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

2.2.1        Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Prinsip dasar pembelajaran kooperatife memiliki 4 prinsip dasar :

a.       Prinsip ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung terhadap usaha yang dilakukan  setiap anggota kelompoknya.

b.      Tanggung jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama karena keberhsilan kelompok tergantung setiap anggotanya. Maka setap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai tugasnya.

c.       Interaksi tatap muka
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan masing-masing.

d.      Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dikehidupan masyarakat kelak. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembelajaran guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi.

2.2.2   Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
1.      Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2.      Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3.      Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4.      Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.      Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6.      Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.      Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.

2.3    Prosedur pembelajaran kooperatif
a.       Menetapkan tujuan pembelajaran, aktifis dan penghargaan
Yaitu membuat keputusan sejak awal tentang tujuan pembelajaran dan jenis aktifitas yang sesuai dengan mereka. Keputusan harus dibuat tentang apakah tujuan pembelajaran diambil dari domain kognitif (dalam area keahlian akademis), afektif (dalam area sikap dan nilai), atau domain psikomotor (kealian fisik). Tugas lain menanyakan keahlian yangdiperlukan untuk bekerjasama untuk tujuan kelompok (Johnson 1988). Penghargaan itu sendiri perlu untuk dipilih. Kebanyakan guru lebih suka memilih penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan ekspetasi kelompok.
b.      Komposisi kelompok
Merupakan bentuk praktek yang baik untuk membentuk kelompok yang terdiri dari seorang siswa yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata. Dua sampai empat siswa dengan kemampuan rata-rata dan seorang siswa dengan kemampuan dibawah rata-rata atau anak-anak dengan kebutuhan khusus.
c.       Kerja sama yang efektif
Yaitu dengan cara menjelaskan kepada siswa bagaimana cara anggota kelompok harus bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Prosedur untuk kerjasama yang efektif harus dibuat secara eksplisit. Kolaborasi diantara siswa vital untuk kesuksesan prosedur ini.
d.      Prilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima
Guru harus memberikan penjelasan secara tegas tentang apa yang akan diterima dan yang tidak dapat diterima dalam kelompok dengan tepat sebelun kelompok mulai mengerjakan tugasnya.
e.       Periode percobaan dan umpan balik
f.       Guru harus memberikan umpan balik kepada kelompok tentang kualiatas kelompok dan kinerja indivu. Penting bagi individu untuk menerima umpan balik secara awal.
g.      Bantuan dari guru kepada siswa
Guru atau pengajar khusus harus dipersiapkan untuk memberikan bantuan ekstra atau bantuan tambahan kepada siswa yang mempunyai masalah belajar ketika hal itu diperlukan. Siswa harus diberitahukan bagaimana dan kapan mereka harus mencari bantuan tersebut.
h.      Melakukan evaluasi
Guru harus melakukan evaluasi tentang prosedur pembelajaran kooperatif learning. Kebanyakan guru ingin memberikan pertanyaan yang lebih tepat tentang evaliasi. Kulitas hasil dan jumlah wakti yang diperlukan untuk pembentukan kelompok perlu dipertimbangkan.
Sepuluh langkah dalam pembelajaran kooperatif learning menurut Roy:
1.      Penyusunan secara jelas tentang tujuan belajar siswa
2.      Penerimaan siswa tentang tujuan hasil pembelajaran
3.      Positif interdependensi
4.      Interaksi promotif tatap muka
5.      Tanggung jawab individual
6.      Pengakuian umum dan hadiah-hadiah bagi keberhasilan akademik kelompok
7.      Kelompok yang heterogen
8.      Keterampilan social
9.      Refleksi kelompok terhadap proses kerja kelompok
10.  Cukup waktu untuk belajar
2.4    Tujuan pembelajaran kooperatif
Ø  Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Ø  Penerimaan terhadap penerimaan terhadap individu
Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas social, kemampuan dan ketidakmampuan.
Ø  Pengembangan ketermpilan social
Model pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
2.5    Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif.
1.      Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
·         Presentasi kelas.
Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
·         Kerja kelompok.
Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
·         Tes.
Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
·         Peningkatan skor individu.
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
·         Penghargaan kolompok.
Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
2.      Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut.
·         Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
·         Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
·         Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau setengah dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
3.      . Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok.
4.      Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:
Ø  Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
Ø  Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok me- ngerjakannya.
Ø  Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
Ø  Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Ø  Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
5.      Tipe GI (Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
a)      Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini, yang pertama siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan kemudian siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, lalu guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
b)      Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: Apa yang mereka pelajari? Bagaimana mereka belajar? Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut? 
c)      Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: pertama siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, kemudian masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, lalu siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.  
d)     Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: pertama anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, kemudian  anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, lalu wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
e)      Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: pertama, penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian,  kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, kemudian pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. 
f)       Tahap Evaluasi (Evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
6.      Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
Ø     Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
Ø     Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
Ø     Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
Ø     Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan kelas.
Ø     Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.
7.      Tipe Make A Match (Membuat Pasangan)
Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
·         Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
·         Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
·         Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
·         Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
·         Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
·         Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
·         Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
·         Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
·         Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
8.      Tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain:
Ø   Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
Ø   Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
Ø   Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
Ø   Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 
Ø   Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
Ø   Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
Ø    Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Ø    Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
2.5   Kelebihan dan Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
1)      Keunggulan Pembelajaran Kooperatif.
·         Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
·         Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
·         Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
·         Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
·         Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
·         Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
·         Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa mengelola informasi dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
·         Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berfikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
2)      Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif.
·         Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
·          Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
·           Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
·         Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
·           Bisamenjaditempatmengobrolataugosip.Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
·         Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
·         Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu siswa harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong, saling bertukar pikiran, saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara kolompok.
·         Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang dikembangkan oleh Slavintahun 1978, tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Arronson dan temannya tahun 1978, tipe GI (Group Investigation) oleh Sholomo Sharan dan temannya tahun 1984, tipe TSP (Think Pair Share), tipe NHT (Numbered Heads Together), tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yang dikembangkan oleh Slavin, Stevans, Madden, dan Farnish, tipe Make A Match (Membuat Pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. 
·         Keunggulan model pembelajaran kooperatif yaitu: siswa tidak ber- gantung kepada guru, mampu mengekplorasikan ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling bertukar pendapat, meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif. Kelemahan model pembela- jaran kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang lebih dari guru untuk mengatur siswadan menyiapkan materi, dapat terjadi perdebatan kecil, siswa lebih cenderung bergurau dengan temannya, membutuhkan fasili- tas yang memadai, terjadi perluasan masalah sehingga waktu terbuang sia-sia, terkadang diskusi didominasi seseorang saja sehingga siswa lain menjadi pasif.
3.2  Saran
·         Untuk para pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik meng- gunakan strategi kooperatif dengan berbagai tipe seperti penjelasan di atas karena dapat membuat siswa lebih cepat menerima daripada meng- gunakan strategi yang konvensional.
·         Apabila menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu mem- bimbing siswa dalam berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat ter- capai.
·         Untuk mendapatkan hasil yang optimal setiap siswa harus aktif dalam berdiskusi dan harus saling menghargai setiap pendapat, ide, atau ga- gasan dari anggota yang lain.




DAFTAR RUJUKAN
Aprilio, M, F. Tanpa tahun. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.muhfida. com/pembelajaran-cooperative-learning.html), diakses 2 November 2011.

Dzaki, M, F. 2009. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.penelitian tindakan kelas.blogspot.com/2009/03/pembelajaran-kooperatif-cooperative. html), diakses 2 November 2011.

Herdian. 2009. Model Pembelajaran NHT, (Online), (www.herdy07.wordpress. com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together.html), diakses 2 November 2011.

Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Lie, Anita. 2002. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Malik, H. 2011. Cooperative Learning, (Online), (www.edukasi.kompasiana.com/2011/11/01/%E2%80%9Ccooperative-learning%E2%80%9D.html), diak- ses 2 November 2011.

Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.

Rudi. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS, (Online), (www.rudyunesa.blog- spot.com/2011/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-think-pair-share.html), di- akses 2 November 2011.

Slavin, R, E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media

Sofa. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC, (Online), (www.massofa.word- press.com/2011/07/24/menerapkan-pembelajaran-kooperatif-tipe-circ. html), diakses 2 November 2011.

Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match, (Online),(www. tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-a-match.html), diakses 2 November 2011.

Tanpa nama. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TS-TS, (Online), (www.furaha- sekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray.html), diakses 2 November 2011.

Wikipedia. 2011. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.id.wikipedia.org/ wiki/Pembelajaran_kooperatif.html), diakses 2 November 2011.


Model Pembelajaran Kooperatif
BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Adanya kecenderungan sekolah-sekolah membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak mampu, frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Wagitan (2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif karena banyak  pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia.
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.
1.2     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.2.1       Apa pengertian dari pembelajaran kooperatif?
1.2.2       Apa saja unsur-unsur dan karakteristik pembelajaran kooperatif?
1.2.3       Apa saja tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif?
1.2.4       Apa kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif?

1.3     Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1.3.1      Mengetahui tentang pengertian dari pembelajaran kooperatif.
1.3.2     Mengerti apa saja unsur-unsur dan karakteristik dari pembelajaran kooperatif.
1.3.3     Mengetahui tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif.
1.3.4     Mengerti kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran kooperatif

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif  mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama”.
Menurut Wikipedia (2011) “pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

2.2    Unsur-Unsur dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
2.2.1        Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
2.2.1.1  Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Tiap siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
2.2.1.2  Tanggung Jawab Perseorangan
Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua kelompok dapat mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan  kemampuannya yang dimiliki setiap individu.
2.2.1.3  Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat sa- ling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu me- ngerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
2.2.1.4  Komunikasi antar Anggota Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi se- ngaja diajarkan dalam pembelajaran kooperatif ini.
Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali de- ngan berbagai keterampilan berkomunikasi.Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi, karena tidak semua siswa mempuanyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk sa- ling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya siswa perlu diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang lain.
2.2.1.5  Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
2.2.2        Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
2.2.2.1  Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2.2.2.2  Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
2.2.2.3  Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
2.2.2.4  Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
2.2.2.5  Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
2.2.2.6  Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
2.2.2.7  Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
2.3    Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif.
2.3.1         Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
2.3.1.1  Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2.3.1.2  Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
2.3.1.3  Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
2.3.1.4  Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
2.3.1.5  Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
2.3.2         Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut.
2.3.2.1  Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
2.3.2.2  Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
2.3.2.3  Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau setengah dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
2.3.3         Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Arends (1997) dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. ... Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok.
2.3.4         Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:
2.3.4.1  Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2.3.4.2  Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok me- ngerjakannya.
2.3.4.3  Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
2.3.4.4  Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
2.3.4.5  Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
2.3.5         Tipe GI (Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
2.3.5.1  Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini, yang pertama siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan kemudian siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, lalu guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2.3.5.2  Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: Apa yang mereka pelajari? Bagaimana mereka belajar? Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut? 
2.3.5.3  Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: pertama siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, kemudian masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, lalu siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.  
2.3.5.4  Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: pertama anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, kemudian  anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, lalu wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
2.3.5.5  Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: pertama, penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian,  kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, kemudian pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. 
2.3.5.6  Tahap Evaluasi (Evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
2.3.6         Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
2.3.6.1  Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
2.3.6.2  Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
2.3.6.3  Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
2.3.6.4  Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan kelas.
2.3.6.5  Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.
2.3.7         Tipe Make A Match (Membuat Pasangan)
Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
2.3.7.1    Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.3.7.2    Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
2.3.7.3    Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
2.3.7.4    Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
2.3.7.5    Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
2.3.7.6    Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
2.3.7.7    Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
2.3.7.8    Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
2.3.7.9  Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
2.3.8         Tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain:
2.3.8.1  Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
2.3.8.2  Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
2.3.8.3  Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
2.3.8.4  Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 
2.3.8.5  Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
2.3.8.6  Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
2.3.8.7  Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
2.3.8.8  Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

2.4    Kelebihan dan Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
2.4.1   Keunggulan Pembelajaran Kooperatif.
2.4.1.1    Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2.4.1.2    Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
2.4.1.3    Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
2.4.1.4    Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
2.4.1.5    Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
2.4.1.6    Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
2.4.1.7    Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa mengelola informasi dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
2.4.1.8    Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berfikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
2.4.2   Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif.
2.4.2.1    Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
2.4.2.2    Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
2.4.2.3    Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2.4.2.4    Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
2.4.2.5    Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
3.1.1      Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
3.1.2      Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu siswa harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong, saling bertukar pikiran, saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara kolompok.
3.1.3      Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang dikembangkan oleh Slavin tahun 1978, tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Arronson dan temannya tahun 1978, tipe GI (Group Investigation) oleh Sholomo Sharan dan temannya tahun 1984, tipe TSP (Think Pair Share), tipe NHT (Numbered Heads Together), tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yang dikembangkan oleh Slavin, Stevans, Madden, dan Farnish, tipe Make A Match (Membuat Pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. 
3.1.4      Keunggulan model pembelajaran kooperatif yaitu: siswa tidak ber- gantung kepada guru, mampu mengekplorasikan ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling bertukar pendapat, meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif. Kelemahan model pembela- jaran kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang lebih dari guru untuk mengatur siswadan menyiapkan materi, dapat terjadi perdebatan kecil, siswa lebih cenderung bergurau dengan temannya, membutuhkan fasili- tas yang memadai, terjadi perluasan masalah sehingga waktu terbuang sia-sia, terkadang diskusi didominasi seseorang saja sehingga siswa lain menjadi pasif.

3.2  Saran
3.2.1      Untuk para pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik meng- gunakan strategi kooperatif dengan berbagai tipe seperti penjelasan di atas karena dapat membuat siswa lebih cepat menerima daripada meng- gunakan strategi yang konvensional.
3.2.2      Apabila menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu mem- bimbing siswa dalam berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat ter- capai.
3.2.3      Untuk mendapatkan hasil yang optimal setiap siswa harus aktif dalam berdiskusi dan harus saling menghargai setiap pendapat, ide, atau ga- gasan dari anggota yang lain


DAFTAR RUJUKAN
Yasa, D. 2008.  Pembelajaran Kooperatif Tipe GI, (Online), (www.ipotes.word-press.com/2008/04/28/pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi.html), diakses 2 November 2011.
Yuliatmoko. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, (Online), (www. yuliatmoko.blogspot.com/2011/10/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html), diakses 2 November 2011.
Aprilio, M, F. Tanpa tahun. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.muhfida. com/pembelajaran-cooperative-learning.html), diakses 2 November 2011.
Dzaki, M, F. 2009. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.penelitian tindakan kelas.blogspot.com/2009/03/pembelajaran-kooperatif-cooperative. html), diakses 2 November 2011.
Herdian. 2009. Model Pembelajaran NHT, (Online), (www.herdy07.wordpress. com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together.html), diakses 2 November 2011.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita. 2002. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Malik, H. 2011. Cooperative Learning, (Online), (www.edukasi.kompasiana.com/ 2011/11/01/%E2%80%9Ccooperative-learning%E2%80%9D.html), diak- ses 2 November 2011.
Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Rudi. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS, (Online), (www.rudyunesa.blog- spot.com/2011/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-think-pair-share.html), di- akses 2 November 2011.
Slavin, R, E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media
Sofa. 2011.  Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC, (Online), (www.massofa.word- press.com/2011/07/24/menerapkan-pembelajaran-kooperatif-tipe-circ. html), diakses 2 November 2011.
Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match, (Online), (www. tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-a-match.html), diakses 2 November 2011.
Tanpa nama. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe TS-TS, (Online), (www.furaha- sekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray.html), diakses 2 November 2011.

Wikipedia. 2011. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.id.wikipedia.org/ wiki/Pembelajaran_kooperatif.html), diakses 2 November 2011.