MAKALAH MENGENAI KASUS KASUS PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI (TIPIKOR)
MAKALAH MENGENAI KASUS KASUS PELANGGARAN TIPIKOR KORUPSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi
1.3. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. TUJUAN
1.3. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. PENGERTIAN KORUPSI SECARA TEORITIS
2.2. TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF NORMATIF
BAB III ANALISIS
BAB III PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
3.2.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
BAB III
ANALISIS
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
- Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
- Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
- Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
- Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
- Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan
Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu: UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ini merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung didalamnya antara lain :
- Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
- Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
- Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
- Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun 1999).
- Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
- Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
- Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan korupsi yang sangat jitu dan tepat.
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk korupsi, anatara lain;
(1) menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
(2) menaikkan moral pegawai tinggi, serta
(3) legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
3.2. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
MAKALAH MENGENAI TINDAKAN PENANGGANAN KASUS KASUS PELANGGARAN TIPIKOR KORUPSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ramai di perbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi
Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia .?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
Mengetahui pengertian dari korupsi.
Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi.
Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi
Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi :
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran, dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan SBB :
Kerugian keuangan negara
Suap menyuap
Penggelapan dalam jabatan
Pemerasan
Perbuatan curang
Benturan kepentingan dalam pengadaan
Gratifikasi
B. Gambaran umum Korupsi di Indonesia Dan Jenis - jenis Korupsi:
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Jenis-Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
Penggelapan dalam jabatan
Pemerasan
Perbuatan curang
Benturan kepentingan dalam pengadaan
Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
C. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
D. Fenomena Korupsi di Indonesia :
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan hirarki politik kekuasaan.
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:
Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
Membangun kepercayaan masyarakat.
Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi
Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari
Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
Penghargaan pemerintah kepada mayarakat
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi:
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
Upaya pencegahan (preventif).
Upaya penindakan (kuratif).
Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang
yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan
yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik
hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan
terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya.
Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari
hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya
pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan.
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html ) Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Drs.Joko Budi santoso. Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X
CONTOH MAKALAH KASUS KORUPSI di INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Begitu banyaknya kasus pelanggaran atau kecurangan seperti korupsi terjadi di Indonesia. Bukan hanya melibatkan pegawai biasa, bahkan saat ini pelaku korupsi merupakan orang – orang yang memiliki jabatan tinggi atau kekuasaan tertentu bahkan dibagian departemen milik pemerintah.
Suatu bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang pemegang jabatan baik pada instansi milik negara maupun swasta hendaknya dikerjakan dengan baik dan penuh amanah, bukan dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk mencari keuntungan bagi pihak yang tidak bertanggung jawab.
Seperti halnya kasus yang melibatkan Pegawai Negri Sipil (PNS) yang bertugas di Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Golongan III A yang diketahui memiliki simpanan hingga miliaran rupiah di rekening miliknya. Gayus pada awalnya diduga melakukan penggelapan pajak yang melibatkan 149 perusahaan dan ditaksirkan dapat menyebabkan kerugian Negara hingga miliaran rupiah.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai :
1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2. Dugaan apa saja yang didakwakan kepada Gayus Tambunan?
3. Berapa banyak kerugian yang diperkirakan harus ditanggung oleh Indonesia?
4. Pasal apa saja yang menjerat kasus Gayus Tambunan?
5. Bagaimana kronologi kasus Gayus Tambunan?
6. Sejauh mana sidang akhir gayus saat ini?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini, antara lain :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi
2. Untuk memberikan pengetahuan mengenai korupsi
3. Untuk mengetahui perkembangan kasus yang melibatkan Gayus Tambunan
1.4 Metode Penelitian
Dalam penyusunan makalah ini, saya sebagai penulis menggunakan metode studi pustaka sebagai sumber utama pengumpulan data. Metode pustaka yang saya lakukan adalah dengan cara mendengarkan perkembangan berita, membaca berita pada situs online, serta beberapa sumber lainnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan yang mempermudah dalam hal penulisan bagi saya selaku penulis dan dalam hal memahami secara keseluruhan dari isi makalah bagi pembacanya. Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan : Berisi latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori : Menguraikan tentang pengertian korupsi, istilah – istilah umum menganai korupsi, jenis – jenis korupsi, hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan korupsi, dan contoh kasus kejahatan korupsi di Indonesia
Bab III Pembahasan : Menguraikan tentang contoh kasus korupsi, dalam makalah ini dibahas mengenai kasus korupsi yang melibatkan pegawai golongan III A Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan serta analisa mengenai contoh kasus tersebut.
Bab IV Penutup : Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legalmenyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian "korupsi" lebih ditekankan kepada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum,
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
2.2 Istilah – istilah dalam Korupsi
1. Tolong
Kata ini sering kita dengar dalam kehidupan sehari – hari. Kata “tolong” mengingatkan kita selaku masyarakat bahwa korupsi tidak begitu saja dilakukan oleh pejabat atau petinggi perusahaan tetapi pemicunya adalah masyarakat umum sendiri yang menawarkan diri. Contoh yang sangat mudah adalah ketika seseorang sedang melintasi sebuah jalan diperkotaan lalu tiba – tiba dihentikan oleh polisi yang sedang melakukan razia atau karena diketahui telah melakukan suatu pelanggaran maka secara spontan pengendara tersebut akan mengatakan “Tolong saya pak, saya tahu saya melanggar, saya tidak menyalakan lampu dan tidak memiliki surat yang lengkap” sambil menggenggam tangan aparat tersebut dimana sebenarnya pengendara tersebut memberikan sejumlah uang agar terbebas dari tuntutan yang diberikan oleh polisi lalu lintas.
2. Terima kasih
Kata korupsi mengacu pada sesuatu yang ilegal atau tindakan yang tidak bermoral. Namun di sejumlah tempat, tindakan yang secara teknis ilegal ini dianggap sebagai sesuatu yang bermoral. Di Indonesia, kita akan sering menemukan pejabat daerah baik dari tingkat RT maupun tingkat kecamatan yang mengharapkan “ucapan terimakasih” dalam bentuk uang baik diberikan secara langsung maupun dengan dimasukkan ke dalam amplop.
3. Sesuatu yang kecil
Sesuatu yang kecil ini dapat dicontohkan berupa uang rokok, kopi, dan bentuk hadiah lainnya yang biasanya berbentuk parcel, hingga kado berisi perhiasan, kendaraan, ataupun alat komunikasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Begitu banyak kasus penyalah gunaan jabatan serta kasus pencucian uang, yang secara umum disebut dengan korupsi terjadi di Indonesia. Korupsi tidak mengenal jabatan, baik karyawan biasa hingga pejabat tinggi negara bisa saja melakukan tindak kejahatan korupsi, korupsi juga tidak mengenal instansi, korupsi dapat terjadi di instansi manapun baik instansi negeri atau pemerintah maupun swasta.
Untuk memenuhi tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, saya akan membahas mengenai pelanggaran hukum dalam bidang ekonomi yaitu kasus korupsi yang diketahui dilakukan oleh Pegawai Golongan III-A Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan.
3.1 Dugaan yang dituduhkan kepada Gayus
1) Mengenai perbuatan mengurangi keberatan pajak PT. Surya Alam Tunggal dengan total Rp 570.952.000 ,-
2) Gayus terbukti menerima suap sebesar Rp 925.000.000 ,- dari Roberto Santonius, konsultan pajak terkait dengan kepengurusan gugatan keberatan pajak PT. Metropolitan Retailmart.
3) Pencucian uang terkait dengan penyimpanan uang yang disimpan di safe deposit box Bank Mandiri cabang Kelapa Gading serta beberapa rekening lainnya.
4) Gayus menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok, serta kepala Rutan Iwan Susanto yang jumlahnya sebesar Rp 1.500.000 ,- hingga Rp 4.000.000 ,-.
5) Gayus memberikan keterangan palsu kepada Penyidik perihal uang sebesar Rp 24.600.000.000 didalam rekening tabungannya.
3.2 Potensi kerugian yang ditanggung oleh Negara
Korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan mengakibatkan negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 juta dan dua wajib pahak yang terkait dengan sunset policy dengan potensi kerugian sebesar Rp 339 Milyar.
3.3 Pasal serta jeratan hukum yang menjerat kasus Gayus Tambunan
1) Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (TIPIKOR), dimana Gayus Tambunan diduga memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara sebesar RP 570.952.000 ,-, terkait penanganan keberatan pajak PT. Surya Alam Tunggal Sidoarjo.
2) Pasal 5 ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, dimana Gayus Tambunan dituding melakukan penyuapan sebesar $ 760.000 terhadap penyidik Mabes Polri M Arafat Enanie, Sri Sumartini, dan Mardiyani.
3) Pasal 6 ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi karena Gayus diketahui memberikan uang sebesar US $ 40.000 kepada Hakim Muhtadi Asnus, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang.
4) Pasal 22 No.31 Tahun 1999 mengenai Undang – undang tidak pidana korupsi, dimana gayus didakwa telah dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan.
3.4 Kronologi kasus gayus
Pada tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SDPD). Dalam surat tersebut tersangka Gayus diduga melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang dan penggelapan dengan diketahuinya rekening sejumlah Rp 25 Milyar pada Bank Panin cabang Jakarta milik Andi Kosasih pengusaha asal Batam yang menggunakan jasa pihak kedua untuk melakukan penggandaan tanah, yang setelah ditelusuri ternyata berkas tersebut belum lengkap.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 12 Maret, Gayus hanya dituntut satu tahun percobaan dan divonis bebas. Pada tanggal 24 Maret 2010, Gayus bersama 10 rekannya meninggalkan Indonesia menuju Singapura. Tanggal 30 Maret 2010, polisi berhasil mengetahui keberadaan Gayus di Singapura.
Pada tanggal 31 Maret 2010, tim penyedik memeriksa tiga orang lainnya selain Gayus Tambunan termasuk Bridgen Edmond Ilyas. Pada tanggal 7 April 2010, anggota III DPR mengetahui keterlibatan seorang Jenderal Bintang Tiga yang ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak dengan aliran dana sebesar Rp 24 Milyar.
3.5Keputusan sidang akhir kasus Gayus Tambunan
Keputusan sidang akhir terdakwa kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta adalah hukuman sebesar 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300.000.000 ,- dengan ketentuan apabila denda tidak dapat dibayarkan maka akan ada penggantian berupa pidana kurungan selama 3 bulan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan bukan hanya melibatkan dirinya tetapi juga melibatkan banyak orang dari pemerintahan dan para pengusaha yang enggan membayar pajak dan mecoba mengakali peraturan agar pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan tersebut dapat ditarik kembali. Sehingga menyebabkan negara mengalami kerugian dengan jumlah fantastis yang diperkirakan berada disekitar angka Rp 339 Milyar.
Tindakan yang dilakukan oleh tersangka Gayus Tambunan meresahkan banyak pihak. Korupsi merupakan tindakan yang tidak lepas dari pengaruh kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh individu maupun kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan individu (professional) maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi (dilakukan denga kerjasama antara berbagai pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sehingga membentuk suatu struktur organisasi yang saling melindungi dan menutupi keburukan masing-masing). Korupsi merupakan cerminan dari krisis kebijakan dan representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus korupsi di Indonesia yaitu sebagai berikut :
- Pemerintah harus tegas dalam menghukum pelaku korupsi dan dalam memberantas korupsi yang tidak hanya berfokus pada intansi atau jabatan tinggi, tetapi juga harus fokus memberantas korupsi yang mungkin dapat dilakukan oleh pegawai biasa.
- Hendaknya setiap masyarakat yang memiliki kepentingan dengan pegawai atau seseorang dengan jabatan tertentu tidak memberikan hadiah atau apapun yang bersifat suapan.
- Hendaknya setiap masyarakat dan pemerintah yang melihat adanya tindakan korupsi melapor kepada aprat berwajib agar kasus tersebut segera dapat ditangani.
Daftar Pustaka :
http://ampundeh.wordpress.com/2013/06/24/analisis-kasus-gayus-tambunan/
MAKALAH KEJAHATAN TINDAK PIDANA KORUPSI
( TIPIKOR )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayahnya. Shalawat dan salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabiyullah Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita jalan kebnaran lewat ajaran yang telah dibawahnya. Kami selaku yang ditugaskan untuk menyusun makalah ini sangat bersyukur kepada Allah SWT. kerana berkat bimbingannyalah sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami berharap semoga makala ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan keilmuan bagi siapapun yang membacanya, utamanya para Mahasiswa yang sedang bergelut pada bidang Ilmu Hukum. Demikianlah makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah “TINDAK PIDANA KORUPSI” saya selaku penyusun makalah ini memohon saran dan kritik yang membangun kepada para pembaca, utamanya Dosen terkait dengan materi makalah ini untuk penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
B. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh.Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
C. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-
lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num”
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah-ubah
sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang
mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar(rakyat).
f) Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang
politik dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan
hirarki politik kekuasaan.
D. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
a. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
b. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
c. Membangun kepercayaan masyarakat.
d. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
e. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
E. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif)
c Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).[2]
F. Upaya Pencegahan (Preventif)
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
G. Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an
negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipmentdan placement deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
H. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
I. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).
b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pri-badinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korup-si.
f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat).
Saran
a) Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indo-nesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b) Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.
0 komentar :
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Sesuai Dengan Topik, Jangan Menggunakan Kata-Kata Kasar, Komentar Dengan Link Aktif Tidak Akan Dipublikasikan
ttd
Admin Blog