kriminologi adalah ilmu pengetahuan Dasar perkembangan kriminologi


Kriminologi

Pengertian Kriminologi
-          Bonger : kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya
-          Sutherland : ilmu yang mempelajari kejahatan sebagai gejala masyarakat
-          Wood : ilmu yang meliputi segala pengetahuan yang diperoleh baik oleh pengalaman maupun teori2 tentang kejahatan dan penjahat serta pengetahuan yang meliputi reaksi2 masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan itu.

Dari beberapa pendapat sarjana dapat ditarik kesimpulan, Kriminologi : adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari serta yang menyelidiki maupun membahas segala kejahatan baik mengenai pengertian, bentuknya, sebab2nya, akibatnya dan penyelidikan terhadap sesuatu kejahatan maupun hal2 lain yang ada hubungannya dengan kejahatan.

Dasar perkembangan kriminologi :
a.       Adanya ketidakpuasan terhadap hk.pidana dan hk.acara pidana dan system penghukuman
b.      Adanya perkembangan penggunaan statistic criminal.

Bonger membagi kriminologi menjadi 2, yaitu :
1. Kriminologi Murni
- Antropologi criminal : melihat pada fisik atau apakah seseorang yang jahat itu memiliki tanda2 khas di badannya,, apakah ada hub.an antara suku bangaasa dengan kejahatan
-  Sosiologi criminal : melihat kejahatan sebagai suatu gejala dlm masyarakat
- Psikologi kriminologi melihat kejahatan dari sudut pandang kejiwaan /psikologisnya apakah kejahatan itu timbul dari factor stress/depresi.
- Neuropatologi : melihat dari sudut pandang saraf /gilanya seseorang (syarafnya rusak/tidak)
- Penology : melihat kejahatan dari sudut pandang perkembangan hokum/sanksi


2. Kriminologi Terapan
- Hygiene criminal : merupakan upaya pencegahan sebelum terjadi kejahatan
- Politik criminal : disebut juga dengan kebijakan penanggulangan/ kebijakan criminal , usaha yg rasional dalam penanggulangan kejahatan.
- Kriminalistik : berkaitan dengan masalah penyidikan dan penyelidikan.


Kriminologi dalam arti sempit, terbagi atas :
a. Phaenomenologi : mempelajari tentang bentuk2 kejahatan
b. Aetiology : mempelajari tentang sebab2 terjadinya kejahtan
c. Penology : mempelajari akibat dari kejahatan & perkembangan sanksi

Bentuk2 kejahatan dapat kita kenal dari :
1. Cara melakukan kejahatan (menikam)
2. Luasnya perlakuan kejahatan itu
3. Frequensi perlakuan kejahatan itu

Penjahat dan Kejahatan
R. Soesilo melihat kejahatan dari 2 aspek :
1. aspek yuridis : perbuatan yang melanggaar ketentuan UU (tertulis)
2.  aspek sosiologis : perbuatan yang merugikan masyarakat karena sudah kehilangan keseimbangan dalam masyarakat.





M. A. Elliot,
Kejahatan adalah suatu perbuatan dlm masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hokum, dapat dijatuhi hukuman penjara, hk. Mati, denda, dll

Bonger
Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti social yang memperoleh tantangan dgn sadar dari Negara berupa pemberian penderitaan.
Pengertian penjahat dapat dilihat dari beberapa aspek :
- religius menyatakan Penjahat adalah orang2 yang anti social, perbuatannya bertentangan dengan norma2 masyarakat dan agama.
- intelegensia menyatakan penjahat adalah orang yg dilahirkan tolol dan tidak mempunyai kesempatan untuk merubah tingkah laku, karena tidak bisa mengendalikan diri dr perbuatan anti social tsb.
- ekonomi menyatakan, penjahat adalah orang yg mengancam kehidupan & kebahagiaan org lain dengan membebankan kepentingan ekonominya pd masyarakat di sekelilingnyanya.
- aspek social menyatakan, penjahat adalah orang yg gagal menyesuaikan dirinya dgn norma2 masyarakat
- aspek filsafat, penjahat adalah orang yg suka melakukan perbuatan bohong













A.  Klasifikasi Penjahat
Noach melihat krimanalitas dari dua sisi, yaitu
1.      Sisi Perbuatannya
Dilihat dari sisi perbuatannya, kriminalitas dapat dikelompokkan lagi ke dalam dua kelompok yaitu:
a.       Cara Perbuatan itu dilakukan, kelompok ini dapat dibagi menjadi:
v     Perbuatan dilakukan dengan cara si korban mengetahui baik perbuatannya maupun pelakunya. Tidak menjadi masalah apakah si korban sadar bahwa itu adalah suatu tindak pidana atau bukan. Misalnya dalam hal penganiayaan, penghinaan, perampokan, penipuan, dan delik seksual. Di samping itu terdapat pula delik yang dilakukan sedemikian rupa sehingga si korban tidak mengetahui baik perbuatannya maupun maupun pelakunya pada saat perbuatan itu dilakukan seperti penggelapan, penadahan, pencurian, pemalsuan, dan peracunan
v     Perbuatan dilakukan dengan menggunakan sarana seperti bahan kimia, perlengkapan, dan sebaginya atau tanpa sarana
v     Perbuatan dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau dilakukan dengan “biasa”.
b.      Benda hukum yang dikenai atau menjadi obyek delik misal kejahatan terhadap nyawa, kejahatan terhadap kekuasaan umum, dan lain sebagainya.
2.      Sisi Pelakunya
Dilihat dari sisi pelakunya, dapat dibagi menurut motif si pelaku, mengapa melakukan kejahatan, dan dari sifat pelaku sendiri. Lombroso mengklasifikasi penjahat sebagai berikut:
a.        Penjahat pembawaan (born criminal), yaitu penjahat yang dilihat dari ciri-ciri tubuhnya (stigmata) karena atavisme (degenerasi) lalu menjadi jahat.
b.      Penjahat karena sakit jiwa seperti idiot, imbesil, melankoli, epilepsi, histeri, dementia, pellagra, dan pemabuk
c.       Penjahat karena dorongan hati panas (passion) seperti membunuh istri simpanan suaminya
d.      Penjahat karena kesempatan yang dapat dibagi menjadi:
1.      Penjahat bukan sebenarnya (pseudo criminal) yaitu mereka yang melakukan tindak pidana karena keadaan yang sangat melukai hati secara luar biasa dan mereka yang melakukan tindak pidana hanya karena tindakan teknis, tanpa menyangkut suatu nilai moral atau norma, misalnya pelanggaran lalu lintas, dsb.
2.      Penjahat karena kebiasaan, penjahat ini pada saat lahir normal, namun sejak masa kanak-kanak dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang jahat, akhirnya kebiasaan itu menjadi watak yang menyimpang dari anggota masyarakat normal.
V.Kriminoloid, merupakan peralihan antara penjahat pembawaan dan penjahat karena kebiasaan, yaitu mereka yang baru pada keadaan kurang baik yang ringan-ringan saja telah terlibat dalam tindak pidana.Dalam klasifikasinya, Lombroso menggunakan kriteria psikis, fisik, dan lingkungan Garfalo, membuat klasifikasi sebagai berikut:
1.      Pembunuh
2.      Penjahat agresif
3.      Penjahat karena kurang kejujuran, dan
4.      Penjahat karena dorongan hati panas atau karena ketamakan
Aschaffenburg membagi penjahat menjadi:
1.      Penjahat karena kebetulan, yaitu mereka yang melakukan tindak pidana karena culpa
2.      Penjahat karena pengaruh keadaan, yaitu mereka yang karena pengaruh tiba-tiba dengan segera berakibat dia melakukan kejahatan
3.      Penjahat karena kesempatan, yaitu mereka yang karena ada kesempatan terbuka secara kebetulan, lalu melakukan tindak pidana
4.      Penjahat kambuhan (residivis), yaitu mereka yang berulang-ulang melakukan kejahatan, baik kejahatan semacam maupun tidak
5.      Penjahat karena kebiasaan, yaitu mereka yang secara teratur melakukan kejahatan
6.      Penjahat professional, mereka yang secara teratur melakukan kejahatan secara aktif dan sikap hidupnya memang diarahkan kepada kejahatan
Abrahamsen membagi penjahat menjadi:
1.      Penjahat sesat,
Penjahat karena situasi tertentu, kebetulan, dan karena pengaruh orang lain
2.      Penjahat kronis
a.       Penjahat karena penyimpangan organis atau fungsional tubuh maupun jiwa
b.      Penjahat sesat yang kronis yaitu mereka sering kali terlibat dalam suatu situasi, kronis, karena pengaruh orang lain.
c.       Penjahat neurotik, dan mereka yang bertindak di bawah pengaruh dorongan di dalam dirinya
d.      Penjahat dengan watak neurotis, jika penjahat neurotik banyak dilihat dari tingkah lakunya, maka penjahat dengan watak neurotis dilihat dari watak kepribadiannya
e.       Penjahat dengan pertumbuhan nurani yang kurang baik (superego)
Gruhle membagi penjahat menjadi:
1.      Penjahat karena kecenderungan (bukan bakat):
a.       Aktif: mereka yang mempunyai kehendak untuk berbuat jahat
b.      Pasif: mereka yang tidak merasa keberatan terhadap dilakukannya tindak pidana, tetapi tidak begitu kuat berkehendak sebagai kelompok yang aktif, delik bagi mereka ini merupakan jalan keluar yang mudah untuk mengatasi kesulitan.
2.      Penjahat karena kelemahan
Mereka yang baik karena situasi sulit, keadaan darurat maupun keadaan yang cukup baik, melakukan kejahatan, bukan karena mereka berkemauan, melainkan karena tidak punya daya tahan dalam dirinya untuk tidak berbuat jahat.
3.      Penjahat Karena hati panas
Mereka yang karena pengaruh sesuatu tidak dapat mengendalikan dirinya juga karena putus asa lalu berbuat jahat.
4.      Penjahat karena keyakinan
Mereka yang menilai normanya sendiri lebih tinggi daripada norma yang berlaku di dalam masyarakat
Capeli membagi penjahat menurut faktor terjadinya kejahatan yaitu:
1.      Karena faktor psikopatologik:
a.       Orang-orang yang kurang waras, gila
b.      Orang yang secara psikis tidak normal, tetapi tidak gila
2.      Karena faktor organis:
a.       Orang-orang yang karena menderita gangguan fisik pada waktu telah cukup umur, seperti mereka yang menjadi tua, berbagai macam cacat
b.      Orang-orang yang menderita gangguan fisik sejak masa kanak-kanak atau sejak lahir, dan yang menderita kesulitan pendidikan atau sosialisasi.
3.      Karena faktor sosial:
a.       Penjahat kebiasaan
b.      Penjahat karena kesempatan (karena keadaan/desakan ekonomi atau fisik)
c.       Penjahat yang pertama-tama melakukan kejahatan kecil-kecil, seringkali hanya secara kebetulan saja, selanjutnya meningkat ke arah kejahatan yang lebih serius
d.      Pengikut serta kejahatan kelompok, seperti pencurian di pabrik, lynch (pengeroyokan)
Seelig berpendapat bahwa kejahatan atau delik mungkin sebagai akibat dari watak si penjahat (disposisinya), atau karena peristiwa psikis saat terjadinya kejahatan. Pembagian penjahatnya menjadi tanpa dasar yang tunggal, dan Seelig dengan tegas melihatnya bahwa secara biologis (dalam arti ciri tubuh dan psikis) merupakan kelompok manusia yang heterogen dan tidak tampak memiliki ciri-ciri biologis. Dari pandangan itu, Seelig membagi penjahat menjadi :
1.      Delinkuen professional karena malas bekerja. Mereka melakukan delik berulang-ulang, seperti orang melakukan pekerjaan secara normal. Kemalasan kerjanya mencolok, cara hidupnya sosial. Misal gelandangan, pelacur
2.      Delinkuen terhadap harta benda karena daya tahan lemah Mereka biasanya melakukan pekerjaan normal seperti orang kebanyakan. Namun di dalam kerjanya, ketika melihat ada harta benda, mereka tergoda untuk memilikinya, karena daya tahan yang lemah, mereka melakukan delik. Misal pencurian di tempat kerja, penggelapan oleh pegawai administrasi, dll
3.      Delinkuen karena dorongan agresi
Mereka sangat mudah menjadi berang dan melakukan perbuatan agresif dengan ucapan maupun tulisan. Biasanya mereka ini menunjukkan kurangnya tenggang rasa dan perasaan sosial. Penggunaan minuman keras sering terjadi diantara mereka
4.      Delinkuen karena tidak dapat menahan dorongan seksual Mereka ini adalah yang tidak tahan terhadap dorongan seksual dan ingin memuaskan dorongan itu dengan segera, karena kurangnya daya tahan.
5.      Delinkuen karena krisis
Mereka yang melihat bahwa tindak pidana adalah sebagai jalan keluar dalam krisis. Krisis ini meliputi:
a.       Perubahan badani, perubahan yang menimbulkan ketegangan seseorang (pubertas, klimaktorium, menjadi tua)
b.      Kejadian luar yang tidak menguntungkan, khususnya dalam lapangan ekonomi atau dalam lapangan percintaan
c.       Karena krisis diri sendiri.


6.      Delinkuen karena reaksi primitive
Mereka yang berusaha melepaskan tekanan jiwanya dengan cara yang tidak disadari dan seringkali bertentangan dengan kepentingan dirinya sendiri atau bertentangan dengan kepentingan hukum pihak lain. Tekanan tersebut dapat terjadi sesaat atau terbentuk sedikit demi sedikit dan terakumulasi, dan pelepasannya pada umumnya tidak terduga
7.      Delinkuen karena keyakinan
Seseorang melakukan tindak pidana karena merasa ada kewajjiban dan adanya keyakinan bahwa merekalah yang paling benar. Mereka menilai normanya sendiri lebih tinggi daripada norma kelompok lain. Hanya jika penilaian normanya ini terlalu kuat, maka barulah dikatakan delinkuen karena keyakinan.
8.      Delinkuen karena tidak punya disiplin kemasyarakatan
Mereka yang tidak mau mengindahkan hal-hal yang oleh pembuat undang-undang diatur guna melindungi kepentingan umum.


B.  Penyebab Kejahatan
Pada umumnya penyebab kejahatan terdapat tiga kelompok pendapat yaitu:
1.      Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku
2.      Pendapat bahwa kriminalitas merupakan akibat dari bakat jahat yang terdapat di dalam diri pelaku sendiri
3.      Pendapat yang menggabungkan, bahwa kriminalitas itu disebabkan baik karena pengaruh di luar pelaku maupun karena sifat atau bakat si pelaku.
Bagi Bonger, bakat merupakan hal yang konstan atau tetap, dan lingkungan adalah faktor variabelnya dan karena itu juga dapat disebutkan sebagai penyebabnya. Pandangan bahwa ada hubungan langsung antara keadaan ekonomi dengan kriminalitas biasanya mendasarkan pada perbandingan statistik dalam penelitian. Selain keadaan ekonomi, penyebab di luar diri pelaku dapat pula berupa tingkat gaji dan upah, pengangguran, kondisi tempat tinggal bobrok, bahkan juga agama. Banyak penelitian yang sudah dialakukan untuk mengetahui pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku untuk melakuakn sebuah tindak pidana. Biasanya penelitian dilakukan dengan cara statistic yang disebut dengan ciminostatistical investigation. Bagi para penganut aliran bahwa kriminalitas timbul sebagai akibat bakat si pelaku, mereka berpandangan bahwa kriminalitas adalah akibat dari bakat atau sifat dasar si pelaku. Bahkan beberapa orang menyatakan bahwa kriminalitas merupakan bentuk ekspresi dari bakat. Para penulis Jerman mengatakan bahwa bakt itu diwariskan. Pemelopor aliran ini, Lombroso, yang dikenal dengan aliran Italia, menyatakan sejak lahir penjahat sudah berbeda dengan manusia lainnya, khususnya jika dilihat dari ciri tubuhnya. Ciri bukan menjadi penyebab kejahatan melainkan merupakan predisposisi kriminalitas. Ajaran bahwa bakat ragawi merupakan penyebab kriminalitastelah banyak ditinggalkan orang, kemudian muncul pendapat bahwa kriminalitas itu merupakan akibat dari bakat psikis atau bakat psikis dan bakat ragawi.
Untuk mendapatkan bukti pengaruh pembawaan dalam kriminalitas, berbagai macam penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode yang menarik antara lain:
1.    Criminal family, penyelidikan dilakukan terhadap keluarga penjahat secara vertical dari satu keturunan ke keturunan yang lain
2.    Statistical family, penyelidikan sejarah keluarga golongan besar penjahat secara horizontal untuk mendapatkan data tentang faktor pembawaan sebagai keseluruhan
3.    Study of twins, penyelidikan terhadap orang kembar. Setiap orang, sedikit atau banyak memiliki bakat kriminal, dan bilamana orang itu dalam lingkungan yang cukup kuat untuk berkembangnya bakat kriminal sedemikian rupa, maka orang itu pasti akan terlibat dalam kriminalitas. Hubungan antara pengaruh pembawaan dan lingkungan pada etiologi kriminal yang dikaitkan dengan penyakit-penyakit mental dengan diagram sebagai berikut
Lindesmith dan Dunham menyimpulkan bahwa kriminalitas dapat 100 persen sebagai akibat dari faktor kepribadian namun juga dapat 100 persen sebagai akibat faktor sosial, tetapi yang paling banyak adalah sebagai gabungan faktor pribadi dan faktor sosial yang bersama-sama berjumlah 100 persen.
Seelig membagi hubungan bakat-lingkungan-kejahatan sebagai berikut:
a.       Sementara orang, oleh karena bakatnya, dengan pengaruh lingkungan yang cukupan saja telah melakukan deik
b.      Lebih banyak orang yang karena bakatnya, dengan pengaruh lingkungan yang kuat, melakukan delik
c.       Sangat sedikit orang karena pengaruh dari luar yang cukupan saja, melakukan delik
d.      Sebagian besar orang lebih dari 50 persen, dengan bakatnya, walaupun berada di dalam lingkungan yang kurang baik dan cukup kuat, tidak ,menjadi kriminal.
Sauer berpendapat bahwa pertentangan bakat-lingkungan itu terlalu dilebih-lebihkan, dan bahwa baik bakat, lingkungan atau keduanya bersama-samadapat menjadi penyebab kriminalitas sudahlah cukup. Selanjutnya ia mengatakan bahwa setiap pelaku berdasarkan bakat sebagai sumber biologis dan sedikit atau banyak dipengaruhi oleh kekuatan dari luar yang berasal dari alam maupun masyarakat, dan baik itu merupakan syarat ataupun merupakan gejala yang mengiringinya, pelaku itu melakukan perbuatan kriminalnya. Sebagai faktor ketiga, Sauer masih menyebutkan pula kehendak.
Noach mengatakan kriminalitas yang terjadi pada orang normal merupakan akibat dari bakat dan lingkungan, yang pada suatu ketika hanya salah satu faktor saja, pada waktu yang lain faktor yang lainnya dan yang kedua-duanya mungkin saling berpengaruh.
Sutherland mengawali penjelasannya tentang teori sosiologis dengan menunjukkan dua prosedur yang penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan teori sebab musabab perilaku kriminal. Yang pertama adalah abstraksi logis, penelitiannya menunjukkan bahwa perilaku kriminal itu sedikt berkaitan dengan patologi sosial dan patologi pribadi. Dan yang kedua diferensiasi tingkat analisis yang artinya dalam menganalisis penyebab kejahatan haruslah diketahui pada tingkat tertentu yang mana.
Untuk menjelaskan perilaku kriminal secara ilmiah dapat dilakukan dalam hubungan dengan :
a.       Proses yang terjadi pada waktu kejahatan itu (Mekanistis, situasional, atau dinamis)
b.      Proses yang terjadi sebelum kejahatan berlangsung (Historis atau Genetik)
Proses seseorang terlibat dalam perilaku kriminal adalah sebagai berikut:
1.      Perilaku kriminal itu dipelajari
2.      Perilaku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain di dalam proses komunikasi
3.      Inti dari mempelajari perilaku kriminal terjadi di dalam kelompok pribadi yang intim
4.      Dalam mempelajari perilaku kriminal, yang dipelajari meliputi:
a.       Teknik melakukan kejahatan
b.      Arah khusus dari motif, dorongan, rasionalisasi, dan sikap.
5.      Arah kasus dari motif dan dorongan dipelajari dari batasan-batasan hukum
Seseorang menjadi delinkuen karena sikap yang cenderung untuk melanggar hukum melebihi sikap yang merasa tidak menguntungkan bila melanggar hukum pengaruh kelompok terhadap individu, maka dapatlah dipikirkan:
1.      Seorang individu mendapat pengaruh hanya dari satu macam kelompok;
2.      Seorang individu mendapat pengaruh dari dua kelompok atau
3.      Differential association mungkin bervariasi dalam hal frequensi, lamanya, prioritasnya, dan intensitasnya
4.      Proses belajar perilaku kriminal melalui asosiasi dengan pola kriminal dan anti-kriminal semua mekanisme atau cara belajar pada hal-hal yang lain
5.      Perilaku merupakan ungkapan kebutuhan dan nilai, tetapi hal ini tidak dipakai untuk alasan, karena perilaku non-kriminal pun juga merupakan ungkapan kebutuhan dan nilai.
Mengenai pengaruh individu dan kelompok, bila meninjau kemungkinan lebih. THORSTEN SELLIN berpendapat bahwa konflik antar norma dari tatanan budaya yang berbeda mungkin terjadi karena:
1.      Tatanan ini berbenturan di daerah budaya yang berbatasan;
2.      Dalam hal norma hkum, hukum dari suatu kelompok tertentu meluas dan menguasai wilayah kelompok budaya yang lain;
3.      Anggota dari kelompok budaya pindah ke kelompok budaya yang lain.

kecenderungan dalam teori sosiologi untuk memberikan nama kepada struktur sosial yang berfungsi (secara salah) pada dorongan biologis manusia yang tidak dibatasi oleh kontrol sosial. Sikap koformis implikasinya adalah sebagai akibat dari pemikiran dan perhitungan akan kebutuhan atau karena alasan yang tidak diketahui. Tokohnya adalah MERTON yang mencoba mencari bagaimana struktur sosial menerapkan tekanan terhadap orang-orang di dalam masyarakat dan bersifat non-konformis dan bukannya konformis. Diantara unsur-unsur sosial dan struktur sosial terdapat dua hal yang penting, yaitu: Pertama, adalah tujuan, maksud dan kepentingan budaya yang telah bersama-sama ditentukan. Hal ini meliputi aspirasi budaya, yang oleh MERTON disebut “pola hidup berkelompok” (designs for group living). Kedua, struktur sosial itu menetapkan mengatur dan mengendalikan cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Kesesuaian atau koordinasi antara “tujuan” dan “cara” sangatlah perlu di dalam struktur sosial, sebab tanpa adanya kesesuaian, keseimbangan, atau koordinasi antara dua hal tersebut akan mengarah kepada “anomie” yaitu situasi tanpa norma dalam struktur sosial tang disebabkan karena adanya jurang perbedaan antara aspirasi dalam bidang ekonomi yang telah melembaga dalam masyarakat dengan kesempatan yang diberikan oleh struktur sosial tersebut untuk mencapainya.
Dr. J.E. Sahetapy membagi teori-teori sosiologik mengenai kriminal berdasarkan penekanan pada:
a.       Aspek konflik kebudayaan (Culture conflict) yang terdapat dalam sistem social
b.      Aspek disorganisasi social
c.       Aspek ketiadaan norma
d.      Aspek sub-budaya (Sub-Culture) yang terdapat di dalam kebudayaan induk (dominan culture)

0 komentar :

Post a Comment

Silahkan Berkomentar Sesuai Dengan Topik, Jangan Menggunakan Kata-Kata Kasar, Komentar Dengan Link Aktif Tidak Akan Dipublikasikan

ttd

Admin Blog