Showing posts with label Model Pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label Model Pembelajaran. Show all posts

Pengembangan Berpikir Matematika Tingkat Lanjut Melalui Pembelajaran Matematika Realistik

Kata Kunci: Berpikir Matematika Lanjut, Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika di sekolah pada umum menekankan aspek kognitif yang mengutamakan kemampuan menghitung dan aplikasi matematika. Sedangkan pendekatan pembelajaran tidak banyak melibatkan siswa, terutama dalam penemuan konsep-konsep matematika. Guru lebih banyak menggunakan buku teks sebagai sumber belajar. Pembelajaran seperti ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan kurikulum pendidikan matematika disekolah dasar dan menengah. Adapun tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui lat

Pembelajaran Konsep Dasar Matematika Dengan Pendekatan RME

Pembelajaran Konsep Dasar Matematika Dengan Pendekatan RME
A.  Pendekatan Pembelajaran Matematika
 Ruseffendi (1988: 240), mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijakan yang ditempuh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus dikelola. Sedangkan Suherman, E (1994: 220) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu Soedjadi (1999: 102), membedakan pendekatan pembelajaran matematika menjadi dua, sebagai berikut.
1)      Pendekatan materi (material approach), yaitu proses penjelasan topik matematika tertentu menggunakan materi matematika lain.
2)      Pendekatan pembelajaran (teaching approach), yaitu proses penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar mempermudah siswa memahaminya.
     Pendekatan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pendekatan pembelajaran, karena penelitian ini menekankan pada cara penyampaian materi matematika kepada siswa.  Trefers (dalam Hadi, 2001: 3), mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan pada penekanan penggunaan komponen proses matematisasinya, yakni matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal, ke dalam empat macam pendekatan, yaitu: mechanistic, structuralistic, empiristic dan realistic. Dalam proses matematisasi horisontal, dengan pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya, siswa dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain proses matematisasi horisontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol.

Perbedaan dari keempat pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika ditekankan sejauh mana pendekatan pembelajaran tersebut menggunakan komponen matematisasi horisontal dan matematisasai vertikal ditunjukkan pada tabel berikut. Tanda “+” berarti lebih banyak menekankan pada matematisasi (vertikal/horisontal), sedangkan tanda “_“ berarti kurang/sedikit menekankan pada matematisasi (vertikal/horisontal ).
Tabel 2.1. Perbedaan Empat Pendekatan Pembelajaran Matematika Berdasarkan Intensitas Pematematikaannya

Horizontal math.
Vertical math.
Empiristic
+
_
Realistic
+
+
Structuralistic
_
+
Mechanistic
_
_
De Lange (1987 :  101)
    Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, perbedaan dari keempat pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan intensitas pematematikaan (proses matematisasi) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Pendekatan Empiristic (empiristik), lebih menekankan pada pematematikaan horisontal dan mengabaikan pematematikaan vertikal.
2)      Pendekatan Realistic (realistik), memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan horisontal dan pematematikaan vertikal dengan penyampaian secara terpadu
3)      Pendekatan Structuralistic (strukturalistik), lebih menekankan pada pematematikaan vertikal dan cenderung mengabaikan pematematikaan horisontal.
4)      Pendekatan Structuralistic (mekanistik), lebih memusatkan pada latihan (drill) dan hafalan, sedang proses pematematikaannya tidak nampak.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan pembelajaran yang memberikan perhatian seimbang antara pematematikaan horisontal dan pematematikaan vertikal yaitu pendekatan realistik. Pendekatan relistik merupakan suatu cara sistematis yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan bahan/materi pelajaran matematika pada topik uang dalam perdagangan agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
B.      Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik 
            Kata  realistik  mengacu pada pendekatan dalam pendidikan matematika  yang telah dikembangkan di Nederlands (Belanda) selama kurang lebih 33 tahun, yang dimulai sekitar tahun 1970. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudental (dalam Gravemeijer, 1994), yang menyatakan bahwa matematika  harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan suatu aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan matematika harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada topik-topik dalam matematika. Pendekatan semacam ini dikatakan Realistic Mathematic Education  (RME).
          RME  mulai diperkenalkan di Indonesia sejak april 1998 oleh Jan de Lange  (Zulkardi, 2002). RME di Indonesia dikenal dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik yang secara operasional disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).  Soedjadi (2001a: 2) menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita atau lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Soedjadi (2001b: 3) lebih lanjut menjelaskan yang dimaksud realita adalah hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
C.      Prinsip Utama PMR
Gravemeijer (dalam Fauzan, 2001: 4) mengemukakan tiga prinsip kunci PMR sebagai berikut.
  • Guided Reinvention/Progressive Mathematizing (menemukan kembali dengan bimbingan/matematisasi progressif)
     Melalui topik-topik matematika yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui oleh para pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep matematika. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan soal-soal kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan mematematisasi prosedur pemecahan serta perancangan rute belajar sedemikian rupa sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil.

  • Didactical Phenomenologi (fenomena didaktik)
     Topik-topik matematika yang diajarkan berasal dari fenomena sehari-hari (masalah kontekstual). Topik-topik ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aplikasinya, (2) kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut. Treffer (dalam Armanto, 2001: 3) menyatakan bahwa masalah kontekstual dalam PMR berfungsi untuk:
a.         pembentukan konsep (untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika),
b.        pembentukan model (untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir bermatematika),
c.         pengaplikasian (untuk memanfaatkan keadaan nyata sebagai sumber aplikasi),
d.        latihan (untuk melatih kemampuan khusus siswa dalam situasi nyata)
3.    Self-developed Models (model yang dibangun sendiri oleh siswa)
      Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual. Pada awalnya siswa akan menggunakan model pemecahan informal (model of). Setelah terjadi interaksi dan diskusi di kelas, salah satu pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal (model for).

D.      Karakteristik PMR
Lima karakteristik PMR menurut Soedjadi (dalam Fauzi, 2002: 19) adalah sebagai berikut.
1.      Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)
     Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual (dunia nyata), tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang ‘dikenal’ oleh siswa.
2.      Menggunakan model (use models, bridging by vertical instruments)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain dengan menggunakan instrumen-instrumen vertikal seperti model-model, skema-skema, diagram-diagram, simbol-simbol dan sebagainya.
3.      Menggunakan kontribusi siswa (students contribution)
Kontribusi yang besar pada proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, artinya semua pikiran (konstruksi dan produksi) siswa diperhatikan.
4.      Interaktivitas (interactivity)
Mengoptimalkan proses pembelajaran melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika realistik, sampai proses konstruksi yang dilakukan siswa dengan siswa, siswa dengan guru diperoleh sehingga interaksi tersebut bermanfaat.
5.      Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining)
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna
E.      Kelebihan PMR
    Menurut Suwarsono (2001), terdapat beberapa kelebihan dari PMR antara lain,
1.      PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
2.      PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.
3.      PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus  sama antara orang yang satu  dengan orang yang lain. Setiap orang dapat menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sumgguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu  dengan yang lain akan dapat diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat.
4.      PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu  (guru). Tanpa kemauan untuk menjalami sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
F.       Kerumitan yang Terkait dengan Upaya Implementasi PMR di Dalam Kelas
 Berikut ini adalah beberapa kerumitan dalam upaya implementasi PMR di lapangan menurut Suwarsosno (2001: 8).
1.        Pemahaman tentang PMR dan upaya mengimplementasi PMR membutuhkan perubahan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal misalnya mengenai siswa, guru, peranan konteks, peranan alat peraga dan lain-lain.  Di dalam PMR siswa tidak dipandang lagi sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi tetapi justru dipandang sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep dan materi-materi matematika. Guru tidak lagi sebagai pengajar tetapi lebih sebagai pendamping atau guide bagi siswa. Perubahan itu mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan. Peranan masalah kontekstual tidak sekedar dipandang sebagai wadah untuk menerangkan aplikasi dari matematika tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika itu sendiri.  Alat peraga tidak terutama dipandang sebagai sesuatu yang mengkonkretkan konsep-konsep matematika yang sudah ada dan bersifat abstrak, tetapi dipakai sebagai alat untuk membantu proses berpikir siswa dalam membangun konsep-konsep mateatika tersebut.
2.        Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat yang dituntut oleh PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.        Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan tiap-tiap soal juga merupakan tantangan tersendiri.
4.        Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa, dengan melalui soal-soal kontektual, proses matematisasi horisontal dan proses matematisasi vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.
5.        Pemilihan alat-alat peraga harus cermat agar bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan PMR.
6.        Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip PMR. 
         Menurut peneliti masih ada lagi beberapa kerumitan yang terkait dengan implementasi PMR di kelas, yaitu (1) untuk kelas dengan jumlah siswa yang cukup banyak dan belum terbiasa untuk berpikir mandiri dan berinteraksi dengan siswa lain maka akan memerlukan waktu yang cukup banyak dalam berinteraksi/berdiskusi, (2) siswa yang mempunyai kemampuan rendah memerlukan waktu cukup lama dalam menyelesaikan masalah secara individu, sedangkan siswa yang pandai tidak sabar untuk menunggu teman yang belum selesai
G.     Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan PMR
Di dalam PMR siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai masalah/soal kontekstual. Soal kontekstual ini mengarahkan siswa membentuk konsep, menyususn model, menerapkan konsep yang telah diketahui, dan menyelesaikan berdasarkan kaidah matematika yang berlaku.
Dalam PMR aktifitas dalam pembelajaran berlangsung secara progresif. Treffers dan Goffree (dalam Armanto, 2001: 3) menyatakan bahwa proses bermatematika secara progresif dapat dibagi atas dua komponen, yaitu bermatematika secara horizontal dan vertikal. Dalam bermatematika secara horisontal, siswa mengidentifikasi bahwa soal kontekstual harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih dipahami. Melalui perumusan dan pemvisualisasian, siswa mencoba membangun model dari (model of) situasi nyata. Model tersebut dapat berupa model formal maupun model tidak formal. Kemudian siswa menyusun model matematika untuk (model for) menyelesaikan hingga siswa mendapatkan pengetahuan formal matematika. Dalam menyelesaikan bentuk matematika formal dari soal kontekstual tersebut digunakan konsep, operasi atau prosedur matematika yang berlaku dan dipahami siswa. Dalam proses ini siswa bermatematika secara vertikal, dilanjukan dengan dengan diskusi dan interaksi yang interaktif antara siswa dengan siswa maupun  siswa dengan guru. Di dalam PMR siswa belajar mandiri juga berkelompok untuk menentukan langkah dan strategi penyelesaian masalah kontekstual. Strategi ini dikembangkan dan diciptakan oleh siswa sendiri dalam bentuk matematika  informal (dapat berupa diagram, gambar, simbol dan lainnya)  dan juga matematika formal seperti konsep dan algoritma yang telah mereka pelajari sebelumnya. Guru hanya mengantarkan dan membantu mereka memfasilitasi dan menjadi jembatan dalam mengantarkan bentuk matematika informal yang diperoleh menjadi matematika formal yang standar.
Berdasar uraian tersebut maka langkah-langkah dalam pembelajaran kosep dasar matematika yang mengacu pada  PMR adalah sebagai berikut.
1)      Langkah 1, memahami masalah kontektual
Guru memberikan masalah kontekstual (masalah dalam kehidupan sehari-hari) dan meminta siswa  untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini mengacu pada  karakteristik pertama PMR, yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point dalam pembelajaran.
2)      Langkah 2, menjelaskan masalah kontektual.
       Setelah siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan guru, pada langkah ini siswa diberi kesempatan untuk mendiskripsikan masalah kontekstual tersebut kemudian mengembangkan atau menciptakan suatu strategi untuk menyelesaikan masalah, dalam bentuk matematika  informal (dapat berupa diagram, gambar, simbol dan lainnya)  atau juga matematika formal seperti konsep dan algoritma yang telah mereka pelajari sebelumnya. Langkah ini mengacu pada karakteristik keempat dari PMR, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru  sebagai pembimbing.
3)      Langkah 3, menyelesaikan masalah kontektual.
Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontektual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban berbeda lebih diutamakan. Prinsip pendidikan matematika relistik yang muncul dalam langkah ini adalah prinsip ketiga yaitu self developed models. Sedangkan karakteristik dari PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik kedua yaitu menggunakan model.  
4)      Langkah 4, membandingkan dan mendiskusikan jawaban.
      Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan atau mendiskusikan jawaban secara berkelompok dan selanjutnya memeriksa atau memperbaiki dengan mendiskusikan di dalam kelas. Langkah ini akan melatih siswa untuk mengeluarkan ide dan berinteraksi antar siswa dan juga siswa dengan guru sebagai pembimbing. Karakteristik dari PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik ketiga dan keempat, yaitu menggunakan kontribusi siswa dan interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain.
5)      Langkah 5, menyimpulkan
      Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur. Karakteristik dari pendidikan matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik keempat, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
Beberapa teori belajar matematika yang berhubungan dengan RME dapat dipakai untuk memantapkan proses pembelajaran matematika menggunakan RME.

tujuan evaluasi pendidikan pembelajaran

KATA PENGANTAR

            Ucapan syukur penyusun haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan nikmatnyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini merupakan salah satu upaya dalam memberikan pemahaman tentang tujuan evaluasi pendidikan yang dapat menyumbangkan bahan bacaan bagi pembaca dan berguna bagi penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih cukup sederhana dan untuk kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran akan sangat berharga guna perbaikan makalah ini.
            Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pengasuh mata kuliah, demikian juga teman–teman serta pihak-pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini.


Rantauprapat, 3 Mei 2011

                                                                                                            Penulis
 
Tujuan Evaluasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tidak ada satupun guru yang tidak ingin berhasil dalam proses mengajar, tentunya semua guru sangat mengharapkan sekali keberhasilan belajar mengajar itu, guru yang masa bodoh terhadap anak didiknya adalah cermin kurang tanggung jawabnya seorang guru menjabat sebagai profesinya, gurung yang tidak mau tahu dengan perkembangan pendidikan anak didiknya adalah tanda guru yang tidak peduli taerhadap tantangan zaman yang terus merongrong anak didiknya.

Walaupun ada terobosan baru metode belajar yang bagus, seperti yang di pelopori oleh bobby de porter dalam quantum learningnya, tetapi itu saja tidak cukup, metode yang bagus saja tidak cukup tanpa evaluasi, maka evaluasi sangat di butuhkan sekali dalam pendidikan karena evaluasi merupakan proses penilaian.

Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.

Dalam sebuah buku yang berjudul teknik evaluasi pendidikan karya M.chabib thoha, beliau mengatakan bahwa Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak.

Menurut istilah evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran, evaluasi pendidikan memegang penting dalam peranan pendidikan karean evalusi adalah suatu proses penilaian, begitu pula dengan tujuan dan fungsi evalusi merupakan sebuah hal yang harus di capai agar dapat mengetahui indicator-indikator pada anak didik serta prinsip-prinsip penilaian anak didik harus secara komprehensif, kontinyu, objektif, validitas, rebilitas dan eduktif.

BAB II
PEMBAHASAN


Tujuan evaluasi pendidikan
Tujuan suatu evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran.

Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Tujuan umum
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Jadi, evaluasi bertujuan untuk memperoleh data pembuktian, yang akan menjadi petunjuk smapai dimana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. Jdi evaluasi bertujuan untuk mengukur dan menilai sampai dimanakah efektifitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik

2. Tujuan khusus
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan
b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.

Tujuan utama evaluasi pembelajaran adalah sejumlah informasi atau data tentang jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran. Sejumlah informasi atau data yang diperoleh melalui evaluasi pembelajaran inilah yang kemudian difungsikan dan ditujukan untuk pengembangan pembelajaran dan akreditasi.

Evaluasi dalam pembelajaran dilakukan untuk kepentingan pengambilan keputusan, misalnya tentang akan digunakan atau tidaknya suatu pendekatan, metode, atau teknik. Tujuan utama evaluasi adalah :
a. Menyiapkan informasi untuk keperluan pengambilan keputusan dalam   proses pembelajaran.
b.  Mengidentifikasi bagian yang belum dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.
c.  Mencari alternatif tindak lanjut, diteruskan, diubah atau dihentikan.

a. Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan
Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan pembelajaran dilaksanakan apabila hasil kegiatan evaluasi pembelajaran diunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran.


b. Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk akreditasi
Akreditasi dapat diartkan sebagai suatu proses dimana suatu program atau institusi diakui sebagai basan yang sesuai dengan beberapa standar yang telah disetujui. Fungsi dan tujuan evaluasi hasil belajare untuk akreditasi dilaksanakan apabila hasil kegiatan evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan

Tujuan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah :
v     Mengetahui apakah materi yang di pelajari dapat dilanjutkan dengan bahan yang baru/diulangi
v     Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang di gunakan oleh pendidik
v     Untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang dilaksanakan
v     Untuk mengetahui apakah komponen-komponen dalam proses pembelajaran sudah memberikan kontribusi positif bagi proses pembelajaran.
v     Untuk mengetahui kesesuaian presepsi dan pemikiran peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
v     Mengetahui sejauh mana perkembangan dari pelaksanaan pembelajaran
v     Mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan apa yang terjadi pada peserta belajar
v     Mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan
v     Mengetahui dampak apa yang terjadi dari proses pembelajaran
v     Bahan pertimbangan untuk menentuakan proses selanjutnya agar lebih efektif dan efisien
v     Mengajak kepada semua pihak untuk lebih bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukannya
v     Menemukan pada bagian-bagian mana dari proses pembelajaran yang dianggap belum berhasil
v     Mengungkapkan kerugian dan manfaat dari proses pembelajaran
v     Mengungkapkan faKtor-faktor pendukung dan penghambat dari proses pembelajaran
v     Menentukan apakah pendekatan dan teknik yang digunakan dalam pembelajaran sudah tepat
v     Menentukan tepat atau tidaknya media yang digunakan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta belajar
v     Menentukan apakah fasilitator memberikan kemudahan peserta belajar memahami materi kegiatan pelatihan, pembelajaran.
v     Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan pembelajaran

Jenis Evaluasi Berdasarkan Tujuan
a. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.

b. Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
c. Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
d. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.

e. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan bekerja siswa.